RATUSAN orang berbondong-bondong-bondong mendatangi Swissbell Hotel di Kota Merauke, Kabupaten Merauke pada Senin (4/11/2024), tempat di mana dilangsungkan pengambilan sumpah janji dan prosesi pelantikan terhadap 34 legislator pertama Provinsi Papua Selatan.
Orang-orang ini dari berbagai latar belakang, dan sebagian besar di antara mereka adalah warga asli Papua. Di acara yang sakral tersebut, kebanyakan orang mengenakan pakaian necis. Tapi ada juga beberapa yang hadir dengan tampilan seadanya, hanya mengenakan kaos oblong, bercelana pendek dan bersandal jepit.
Mungkin bagi mereka penampilan bukanlah sesuatu yang penting. Dan mungkin saja bagi rakyat kecil nan sederhana ini, hal yang yang jauh lebih penting ialah dapat menyaksikan acara bersejarah itu sembari menaruh harapan-harapan kepada orang-orang yang mereka percayakan duduk di ‘rumah rakyat’.
Provinsi Papua Selatan merupakan daerah otonomi baru, yang dimekarkan pada 2022 lalu melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2022. Provinsi ini secara administratif membawahi Kabupaten Merauke, Mappi, Boven Digoel dan Asmat. Tanah Papua Selatan sendiri menyimpan kekayaan alam yang berlimpah seperti sagu, ikan dan daging buruan yang menghidupi suku-suku asli di tepian sungai dan pantai seperti Marind, Asmat, Kombay, Koroway, Muyu dan Mandobo.
Setahun setelah lepas dari Papua selaku provinsi induk, Papua Selatan untuk pertama kalinya menghelat dua pesta demokrasi. Pertama, pemilihan legislatif atau Pileg pada 14 Februari 2023. Selanjutnya pada 27 November nanti akan menggelar pemilihan gubernur dan wakil gubernur.
Dari pemilihan legislatif ini kemudian ‘terlahir’ 35 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi atau DPRP Papua Selatan. Kehadiran anggota dan lembaga legislatif di provinsi baru tersebut sebagai unsur penyelenggara pemerintahan, sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
“Harapan kami kepada anggota DPRP Papua Selatan yang hari ini dilantik, agar apa yang menjadi persoalan-persoalan masyarakat itu bisa benar-benar disuarakan. Apa yang menjadi harapan, aspirasi dan keinginan masyarakat di Merauke, Asmat, Mappi, dan Boven Digoel itu benar-benar diperjuangkan oleh wakil rakyat,” kata salah satu unsur pemuda dari Kabupaten Mappi, Selestinus Boi Jupjo di sela-sela pelantikan anggota DPRP Papua Selatan di Merauke.
Selestinus Boi Jupjo mengatakan persoalan-persoalan dimaksud terjadi di berbagai aspek kehidupan. Terutama menyangkut pendidikan, kesehatan, sosial budaya, keagamaan hingga ekonomi masyarakat. Masalah pendidikan sangat kompleks di Papua Selatan, seperti proses belajar mengajar di sejumlah kampung yang tidak berjalan baik, bangunan sekolah dan perumahan guru, hingga kesejahteraan guru yang cukup memprihatinkan.
“Lalu kesehatan, ini juga penting sekali untuk diperjuangkan oleh anggota DPRP Papua Selatan. Masalah pelayanan pasien, sarana prasarana, hingga peralatan yang digunakan para medis,” ujarnya.
Dia juga menyoroti persoalan di bidang sosial budaya yang menyangkut dengan tradisi dan adat istiadat orang asli Papua di sana yang kian tergerus zaman. Karenanya diharapkan lembaga legislatif untuk memperjuangkan dan memproteksi aspek sosial budaya di sana, seperti tradisi, adat istiadat dan hak-hak masyarakat adat.

Boi Jupjo meminta legislator Papua Selatan dapat juga memperjuangkan dan memproteksi hak-hak masyarakat adat dengan mendorong regulasi di daerah. Karena menurut dia, belakangan ini pemerintah pusat memanfaatkan tanah-tanah adat dengan memberikan ijin kepada investor tanpa kompromi dengan masyarakat adat atau pemilik hak ulayat.
“Terlebih terkait kami punya tanah-tanah adat, hak-hak ulayat yang kadang-kadang dari pusat [pemerintah] itu semau pemerintah pusat [penguasa] langsung memberikan ijin dan sebagainya tanpa kompromi dengan masyarakat adat. Ini persoalan serius dan penting sekali untuk disikapi dan diperjuangkan DPRP Papua Selatan,” ujarnya.
Menyoal apakah itu berkaitan dengan pembukaan lahan skala besar atas nama Proyek Strategis Nasional (PSN)? Boi Jupjo menegaskan bahwa ada banyak hal, dan bukan hanya PSN. Salah satunya adalah program transmigrasi dalam pemerintahan Prabowo Subianto.
“Karena tentunya program transmigrasi juga akan menduduki [memanfaatkan] tanah-tanah masyarakat adat. Jadi oleh sebab itu apa yang menjadi keinginan rakyat itu benar-benar diperjuangkan oleh DPRP,” kata dia.
Boi Jupjo juga mengharapkan agar DPRP Papua Selatan memperhatikan persoalan di bidang keagamaan. Yang mana beberapa bangunan rumah ibadah di sejumlah kampung dalam kondisi memprihatinkan, di antaranya dinding terbuat dari kulit kayu, dan beratapkan rumbia.
“Termasuk di bidang keagamaan, entah itu dari komunitas agama mana pun. Yang saya lihat di beberapa kampung, gereja itu atapnya bukan dari seng, tapi daun. Begitu juga dindingnya, ada yang hanya pakai kulit kayu. Ini juga menjadi tugas dan tanggung jawab DPRP untuk bisa diperjuangkan dalam sidang-sidang anggaran nanti,” ujarnya.
Boi Jupjo menambahkan bahwa anggota DPRP harus sering turun atau mengunjungi masyarakat sehingga tahu permasalahan-permasalahan yang ada di tengah rakyat. Mereka tidak sekedar datang, tapi harus benar-benar duduk, mendengarkan dan memperjuangkan aspirasi masyarakat di legislatif.
“Ya itu kan biasanya ada reses. Saya pikir reses itu dapat dimanfaatkan oleh DPRP Papua Selatan agar apa yang menjadi kebutuhan dan aspirasi masyarakat dapat diakomodir. Jadi datang ke rakyat, dan duduk bersama rakyat di kampung-kampung, dengar apa yang mereka sampaikan dan bawa ke kota untuk dibahas di dalam sidang,” tutupnya.
Pimpinan sementara DPRP Papua Selatan, Heribertus Silvinus Silubun mengatakan bahwa lembaga legislatif merupakan penyambung lidah rakyat. Karenanya harus mendengarkan aspirasi rakyat, dan harus menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi rakyat. Semua aspirasi diterima dengan senang hati, dan dibahas bersama-sama secara internal di DPRP maupun bersama pemerintah daerah.
“Aspirasi masyarakat harus dipastikan dapat dipenuhi. Dengan arti bahwa menyerasikan program pemerintah pusat dengan harapan masyarakat, sehingga jangan sampai ada masyarakat yang dirugikan karena program yang sebenarnya tidak dibutuhkan saat ini. Di lain sisi, kita juga harus dengar alasan pemerintah pusat menurunkan program itu. Sehingga kita juga punya bahan yang cukup untuk mempertimbangkannya,” tutup dia. (Emanuel)
+ There are no comments
Add yours