MERAUKE, SUARA BENTARA | Gubernur Papua Selatan, Apolo Safanpo menyebut undang-undang otonomi khusus atau Otsus ibarat manusia berdiri atas dua kaki.
Hal itu disampaikannya di sela-sela sambutan sekaligus seminar lokakarya pencegahan korupsi dalam tata kelola dana otonomi khusus Pemerintah Provinsi Papua Selatan.
Kegiatan tersebut dilakukan oleh Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Swissbel-hotel Merauke, Rabu (20/8/2025).
Ia menjelaskan, kaki pertama program percepatan pembangunan tanah Papua, termuat di pasal 1-39 semua pasal itu mengatur tentang program percepatan pembangunan dan kesejahteraan.
Selanjutnya, kata dia, kaki kedua, di muat dalam pasal 40-78 mengatur tentang program rekonsiliasi.
“Ada dua tujuan besar didalam undang-undang otonomi khusus, pertama program pembangunan kesejahteraan Papua. Kedua, program rekonsiliasi,”kata dia.
Ia mengatakan, mengapa program percepatan,lantaran Provinsi Aceh-Maluku sudah mulai membangun provinsinya sejak 1945.
Sementara Provinsi Papua kala itu provinsi Irian Barat kemudian menjadi Irian Jaya baru membangun sejak Undang-Undang Nomor 12 tahun 1969 tentang pembentukan Provinsi Irian Barat.
“Jadi, tahun 1970 Irian Barat baru punya gubernur pertama, dan sembilan Bupati di tanah Papua,”ujarnya.
Menurut dia, Papua baru membangun provinsinya sejak 1970 dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pertama sebesar Rp400 miliar untuk membangun tanah Papua/Irian Barat kala itu.
Untuk itu, tegas dia, kaki pertama Otsus itu adalah percepatan pembangunan yang bertujuan untuk mengejar ketertinggalan. Oleh karena itu, dana Otsus harus menjadi program percepatan.
Ia berharap semua program-program dana Otsus sarana-prasarana wilayah dan pembangunan sumber daya manusia yang menggunakan dana Otsus harus menjadi pendorong bukan menjadi pengganti.
Dalam kesempatan tersebut, Gubernur Apolo meminta agar pusat membuat Peraturan Pemerintah atau PP di setiap penjabaran bidang dalam undang-undang otonomi khusus
“Kita baru punya tiga PP pada 2024 itu kita baru punya satu PP Nomor 54 tahun 2024 tentang Majelis Rakyat Papua,”kata dia.
Ia mengatakan, sebelumnya pada 2022 lalu, baru dua Peraturan Pemerintah yaitu PP Nomor 106 dan PP Nomor 107.
Dia menegaskan, seluruh provinsi di Papua tidak bisa membuat Peraturan Pemerintah lantaran kewenangan itu ada pada Pemerintah Pusat dan DPR RI.
“Kenapa Otsus tidak bisa di implementasikan di Papua karena benturan regulasi kita akan kalah secara hirarki dalam regulasi,”ujarnya.
Ia menyebut, peraturan daerah khusus (Perdasus) tidak bisa lawan dengan Peraturan Pemerintah, kalah.
“Kalau bisa DPRP Papua Selatan dan Majelis Rakyat Papua Selatan mengusulkan agar kita punya PP untuk semua bidang yang diatur oleh undang-undang otonomi khusus,”kata dia.
Lanjut dia, lantaran undang-undang otonomi khusus mengatur semua bidang di antaranya bidang kepegawaian, pertambangan, dan kehutanan
Selain itu, lanjut dia, setiap pasal delegatif jika dicermati secara baik, di semua pasal tidak koperasional tetapi mendelegasikan kepada peraturan lain.
Misalnya kepegawaian, kata dia, pasal dan bab yang mengatur tentang kepegawaian dalam undang-undang Otsus.
Semua pasal-pasal mengatur tentang dana Otsus tapi diakhir pasal tak bisa lantaran perintahnya kembali lagi ke undang-undang kepegawaian.
Ia menambahkan, pasal-pasal selanjutnya dalam UU Otsus tidak transparan. Otsus ibaratnya, dilepas kepalanya tetapi masih pegang ekornya. ***






