MERAUKE, SUARA BENTARA | Gubernur Papua Selatan, Apolo Safanpo bersama Majelis Rakyat Papua Selatan menggelar rapat untuk membahas masalah demonstrasi peserta pencari kerja atau pencaker, khususnya orang asli Papua yang tidak lulus tes Calon Pegawai Negeri Sipil atau CPNS, dan juga pencaker yang lulus tes.
Rapat itu dilakukan untuk menindaklanjuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara MRP Papua Selatan dengan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) provinsi setempat pada Jumat 4 Juli 2025 lalu.
Terkait itu, MRP Papua Selatan mengundang Gubernur Apolo untuk mendapat informasi terkait demonstrasi yang dilakukan oleh pencaker yang sudah beberapa kali dilakukan.
Rapat tersebut berlangsung di Kantor Majelis Rakyat Papua Selatan, Sabtu (5/7/2025).
Pertemuan itu mendadak digelar lantaran pencaker OAP yang tidak lulus selalu menuntut dan terus menerus melakukan unjuk rasa di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Papua Selatan dan juga di Kantor Gubernur setempat.
Dalam pertemuan, Gubernur Apolo menjelaskan bahwa tahapan dan tes yang sudah dilalui oleh pencari kerja Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2024 sudah sesuai aturan dan sudah selesai.
Sisa formasi 200 yang masih kosong ini sebenarnya permintaan dari pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) meminta agar dilakukan optimalisasi agar memenuhi kuota 1.000 orang yang diminta.
“Sebenarnya pemerintah pusat minta dilakukan optimalisasi tetapi kita tahan,” kata Gubernur Apolo dalam pertemuan.
Mengapa tidak dilaksanakan, kata dia, jika dilakukan maka anak-anak asli Papua, terutama bagi mereka yang belum beruntung pada seleksi CPNS tak diakomodir.
“Optimalisasi itu begini, misalnya di Kantor Bapeda jatahnya lima orang, maka yang lulus perengkingan satu, dua, tiga, empat dan lima, sementara enam kebawah itu tidak lulus,” ujarnya.
Jika optimalisasi maka yang masuk perengkingan lima keatas yang diambil sementara enam kebawah tidak diambil.
“Kalau optimalisasi dilakukan maka anak-anak yang tidak lulus seleksi dan melakukan demonstrasi tidak terakomodir,” kata dia.
Lantaran mereka yang berunjuk rasa itu bukan hanya sistem perengkingan dan nomor urut melainkan tidak lulus Seleksi Kompetensi Dasar (SKD).
“Kalau sekarang kita lakukan optimalisasi sama saja tidak akan menyelesaikan masalah,” ujarnya.
Lanjut dia, anak-anak yang sudah lulus Computer Assisted Test (CAT), SKD dan Seleksi Kompetensi Bidang (SKB) merekalah yang nanti masuk optimalisasi. Sementara anak-anak yang tidak lulus tahap seleksi itu tidak akan masuk dan tak bisa terakomodir.
Gubernur Apolo mengaku sudah menyurati MenPAN-RB dan menteri sudah menjawab dengan memberi waktu untuk bertemu pada 10 Juli 2025 nanti di Jakarta guna membahas permasalahan ini.
“Nantinya saat bertemu menteri, kita meminta kebijakan bahwa bukan optimalisasi tapi pendaftaran ulang,” kata dia.
Dengan demikian, anak-anak yang berunjuk rasa ini bisa melakukan pendaftaran ulang dan mengikuti tes ulang, lantaran kalau optimalisasi tak ada pendaftaran ulang.
“Saya sudah meminta kepada peserta yang tidak lulus dan berunjuk rasa ini bersabar memberikan waktu untuk kami dan juga perwakilan dari mereka bertemu menteri pada 10 Juli nanti,” ujarnya.
Perwakilan dari anak-anak yang berunjuk rasa ini juga akan dibawa bersama-sama ke Jakarta untuk menemui menteri dan mendengar sendiri pembicaraan serta kebijakan yang nanti diputuskan.
“Mereka juga akan mendengar dan berbicara langsung dengan menteri, kami akan bicara untuk meminta pendaftaran ulang,” kata dia.
Kemudian, kata Gubernur Apolo, tidak bisa juga menggantikan mereka yang sudah lulus tes, lantaran mereka juga orang asli Papua.
“Jadi, tidak bisa kita mencarikan solusi dengan membatalkan yang sudah lulus, itu sama saja dengan memindahkan masalah bukan menyelesaikan masalah dan masalah tidak akan terselesaikan,” ujarnya.
Ia mengatakan, jika mereka yang lulus dibatalkan lalu yang tidak lulus diluluskan maka mereka yang lulus dan dibatalkan akan demo lagi, dan tidak akan menyelesaikan masalah.
“Maka kita bijaki yang lulus tetap kita akan berikan Surat Keputusan (SK), sementara yang belum lulus kita upayakan kuota yang baru lagi untuk mereka,” kata dia.
Selain itu, tambah dia, Pemprov Papua Selatan, DPRP Papua Selatan, Majelis Rakyat Papua Selatan harus duduk bersama membahas situasi dan perkembangan saat ini. Perkembangan penduduk, pertumbuhan ekonomi dan infrastruktur harus sesuai dengan daya dukung.
“Pertumbuhan penduduk sangat cepat, jika tidak dibicarakan secara baik maka bakal menimbulkan masalah dan masalah,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Majelis Rakyat Papua Selatan Demianus Katayu menjelaskan bahwa pihaknya memberikan rekomendasi kepada pencaker OAP yang tes CPNS berdasarkan syarat pertama Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Syarat kedua yaitu bapak dan mamanya Orang Asli Papua, mama Orang Asli Papua dan bapak non Papua. Kemudian, syarat ketiga yakni anak-anak asli Papua yang dipelihara oleh saudara-saudara non Papua.
“Ada 13 orang yang diadukan oleh pencaker OAP yang tidak lulus tes CPNS ke kami untuk ditinjau kembali, prinsipnya akan kami verifikasi ulang kembali,” kata dia.
Jika mereka bukan orang asli Papua dan berdasarkan ketentuan yang ada, maka rekomendasi orang asli Papua yang dikeluarkan akan dibatalkan.
“Mereka yang lulus kurang lebih sekitar 620 itu berdasarkan rekomendasi orang asli Papua, yang tidak lulus juga kami berikan rekomendasi,” ujarnya.
Untuk itu, kata dia, mereka yang tidak lulus kuotanya dibuka kembali. Selanjutnya, Pemprov Papua Selatan diminta menghitung kalkulasi pembiayaan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah agar ada penambahan kuota.
“Penambahan kuota 300 untuk tiga kabupaten, lantaran tes CPNS pada 2021 yang belum dibuka di kabupaten bisa dibuka. Kami harap Gubernur berkoordinasi dengan masing-masing bupati agar membuka kuota itu,” ujarnya.
Satu kabupaten membuka kuota 100 orang, jadi tiga kabupaten totalnya 300 orang, namun harus melalui jalur tes.
Sementara kuota 200 tersisa di provinsi diupayakan agar terpenuhi dan juga melalui jalur tes.
“Kalau terlalu banyak afirmasi nanti memanjakan kita juga, nanti sistem pendidikan di bawah rapuh,” ujarnya.
“Padahal sebenarnya lingkungan di Papua membentuk kita untuk bersaing. Orang asli Papua juga harus bersaing seperti sudara-sudara kita non Papua,” katanya lagi.
Demianus meminta, mereka yang sudah lulus diharapkan SK nya dibagikan, karena mereka juga anak-anak asli Papua yang punya hak yang sama jadi harus diberikan.
“Kuota sisa yang nantinya akan diupayakan untuk dibuka kembali itu diprioritaskan untuk anak-anak asli Papua Selatan,” ujarnya.
Ia mengatakan, sesuai undangan yang diberikan oleh KemenPAN-RB untuk bertemu pada 10 Juli 2025, Majelis Rakyat Papua Selatan mendapatkan kuota tiga orang.
“Tiga orang perwakilan yang berangkat ke Jakarta, akan dirapatkan dan sepakati,” kata dia.
Sekedar informasi, pertemuan dihadiri oleh masing-masing kelompok kerja (Pokja) Majelis Rakyat Papua Selatan.
Momentum itu juga dihadiri oleh Rektor Universitas Musamus Merauke, Beatus Tambaib, dan mantan Bupati Merauke sekaligus tokoh masyarakat, Fredy Gebze. ***






